2.Analisis puisi "Aku" karya "Chairil Anwar" Aku Kalau sampai waktuku Kumau tak seorang yang merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang, menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri dan aku lebih tak peduli ChairilAnwar termasuk penyair Angkatan 45. Angkatan tersebut banyak mengungkapkan aliran realisme dan ekspresionisme. Ekspresi jiwa penyair lebih utama dari kesan-kesan. Judu puisi “Senja di Pelabuha Kecil” tidak mengungkapkan kesan penyair terhadap suatu pelabuhan kecil, tetapi hanya wakil keadaan jiwa Chairil pada waktu puisi itu diciptakan. Akumau hidup seribu tahun lagi. (DCD, 1959:7) Bahasan yang akan di uraikan puisi aku ini akan lebih mengedepankan pada ekspresionalisme jiwa Chairil Anwar yang merupakan daya ekspresinya. Kalau si aku meninggal, ia menginginkan jangan ada seorang pun yang bersedih (‘’merayu’’), bahkan juga kekasih atau istrinya. terkandung dalam Puisi “Aku” karya Charil Anwar dalam buku Aku . Ini Binatang Jalang. 3. Untuk mengetahui makna pemikiran penafsir terhadap Puisi “Aku” karya Chairil Anwar dalam buku Aku Ini Binatang Jalang. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis . Secara teoritis, penelitian ini, baik secara langsung maupun tidak Puisi Kawanku dan Aku Chairil Anwar Puisi Kawanku dan Aku Chairil Anwar: Kami sama pejalan larut Menembus Kabut Hujan mengucur badan. Jumat, 9 Oktober 2020 11:28 WIB. Penelitianmengenai “Analisis Semiotik Simbol Cinta pada Puisi Deru Campur Debu karya Chairil Anwar: Kajian Semiotik Pierce” berkaitan tentang Penelitian Sayekti Handayani (2005) yang berjudul "Aspek Moral dalam Novel Biru Karya Fira Basuki: Tinjauan Semiotik". Tetapi emosi Chairil yang menguasai puisi ini menyebabkan sajaknya tidak terlalu terlihat sedih Analisis Puisi Aku Karya Cahiril Anwar. AKU. Kalau sampai waktuku 'Ku mau tak seorang kan merayu Tidak juga kau. Tak perlu sedu sedan itu. Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang. Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Puisi Chairil Anwar Aku Dan Karawang Bekasi Oleh Gizikita Halaman. Analisis Intertekstual Puisi Berjudul Dans Lombre 1870 Karya. Aku Berdasarkan Perjalanan Hidup Dan Karya Penyair Chairil Anwar By. 20 Puisi Chairil Anwar Sang Bohemian Yang Menginspirasi Penuh Makna. Puisi Aku Karya Chairil Anwar Dan Puisi Di Blok Apa Karya Remy. WzOV3M. 100% found this document useful 3 votes6K views9 pagesDescriptionanalisis puisi aku chairil anwarCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?100% found this document useful 3 votes6K views9 pagesAnalisis Puisi Aku Chairil AnwarJump to Page You are on page 1of 9 You're Reading a Free Preview Pages 5 to 8 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. Siapa yang tidak mengenal nama seorang Chairil Anwar sebagai salah satu penyair melegenda Indonesia yang karya-karyanya mampu menginspirasi banyak orang. Beliau bahkan telah menciptakan 96 karya dan 70 di antaranya adalah puisi yang dalam setiap karyanya selalu mempunyai makna yang mendalam. Salah satu karya Chairil Anwar yang paling fenomenal ialah puisi berjudul “Aku” yang dalam salah satu baitnya terdapat kalimat “Aku ini binatang jalang”. Bahkan, akibat karyanya tersebut Chairil Anwar sampai memperoleh julukan “Si Binatang Jalang” dari sahabat-sahabatnya. Puisi-puisi yang ditulis oleh Chairil Anwar sendiri mempunyai beragam tema, mulai dari individualisme, kematian, hingga eksistensialisme. Masing-masing puisi yang ditulis juga selalu disusun menggunakan kata-kata yang puitis dan mempunyai makna yang mendalam untuk diresapi serta direnungkan. Lalu, apa saja puisi Chairil Anwar yang paling melegenda dan bermakna? Berikut 10 puisi Chairil Anwar yang bisa kamu baca. 10 Puisi Chairil Anwar 1. Aku Kalau sampai waktuku Ku mau tak seorang kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi 2. Dendam Berdiri tersentak Dari mimpi aku bengis dielak Aku tegak Bulan bersinar sedikit tak nampak Tangan meraba ke bawah bantalku Keris berkarat kugenggam di hulu Bulan bersinar sedikit tak nampak Aku mencari Mendadak mati kuhendak berbekas di jari Aku mencari Diri tercerai dari hati Bulan bersinar sedikit tak tampak 3. Diponegoro Di masa pembangunan ini tuan hidup kembali Dan bara kagum menjadi api Di depan sekali tuan menanti Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali. Pedang di kanan, keris di kiri Berselempang semangat yang tak bisa mati. MAJU Ini barisan tak bergenderang-berpalu Kepercayaan tanda menyerbu. Sekali berarti Sudah itu mati. MAJU Bagimu Negeri Menyediakan api. Punah di atas menghamba Binasa di atas ditinda Sungguhpun dalam ajal baru tercapai Jika hidup harus merasai. Maju. Serbu. Serang. Terjang. 4. Bercerai Kita musti bercerai Sebelum kicau murai berderai. Terlalu kita minta pada malam ini. Benar belum puas serah-menyerah Darah masih berbusah-busah Terlalu kita minta pada malam ini. Kita musti bercerai Biar surya kan menembus oleh malam di perisai Dua benua bakal bentur-membentur Merah kesumba jadi putih kapur Bagaimana? Kalau IDA, mau turut mengabur Tidak samudra caya tempatmu menghambur. 5. Merdeka Aku mau bebas dari segala Merdeka Juga dari Ida Pernah Aku percaya pada sumpah dan cinta Menjadi sumsum dan darah Seharian kukunyah-kumamah Sedang meradang Segala kurenggut Ikut bayang Tapi kini Hidupku terlalu tenang Selama tidak antara badai Kalah menang Ah! Jiwa yang menggapai-gapai Mengapa kalau beranjak dari sini Kucoba dalam mati. 6. Dalam Kereta Dalam kereta. Hujan menebal jendela Semarang, Solo..., makin dekat saja Menangkup senja. Menguak purnama. Caya menyayat mulut dan mata. Menjengking kereta. Menjengking jiwa, Sayatan terus ke dada. 7. Malam Mulai kelam belum buntu malam, kami masih saja berjaga -Thermopylae?- -jagal tidak dikenal?- tapi nanti sebelum siang membentang kami sudah tenggelam hilang.... 8. Kepada Pelukis Affandi Kalau, ku habis-habis kata, tidak lagi berani memasuki rumah sendiri, terdiri di ambang penuh kupak, adalah karena kesementaraan segala yang mencap tiap benda, lagi pula terasa mati kan datang merusak. Dan tangan kan kaku, menulis berhenti, kecemasan derita, kecemasan mimpi; berilah aku tempat di menara tinggi, di mana kau sendiri meninggi atas keramaian dunia dan cedera, lagak lahir dan kelancungan cipta, kau memaling dan memuja dan gelap-tertutup jadi terbuka! 9. Malam di Pegunungan Aku berpikir Bulan inikah yang membikin dingin, Jadi pucat rumah dan kaku pohonan? Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan! 10. Di Mesjid Kuseru saja Dia Sehingga datang juga Kami pun bermuka-muka. Seterusnya Ia bernyala-nyala dalam dada. Segala daya memadamkannya Bersimpah peluh diri yang tak bisa diperkuda Ini ruang Gelanggang kami berperang Binasa-membinasa Satu menista lain gila. Jika kamu ingin membaca karya Chairil Anwar lainnya, maka Aku Ini Binatang Jalang bisa menjadi koleksi buku sastra yang tepat. Langsung saja pesan dan beli bukunya di